Senin, 13 Juli 2015

MENJADI ATASAN YANG BAIK




Sebutlah Budi, karyawan sebuah perusahaan swasta terkenal, enam bulan terakhir ini sering mengalami gangguan keseimbangan tubuh. Beberapa bagian tubuhnya terasa amat nyeri. Baginya, berbagai gangguan keseimbangan itu amat menakutkan. “Sepertinya saya sudah tidak dapat mengendalikan kehidupan saya sendiri. Terkadang rasanya seperti mau mati,” begitu pengakuan Budi

Selama itu Budi sudah berobat ke beberapa dokter spesialis, namun pada dasarnya mereka tidak menemukan abnormalitas yang menjadi penyebab munculnya berbagai keluhan fisik Budi. Akhirnya, dalam keadaan setengah putus asa, ia mendatangi seorang konselor. Di tengah rangkaian perjumpaan konseling yang cukup panjang dan melelahkan, muncul pengakuan spontan Budi tentang atasannya tempat dia bekerja.

“Setiap pagi, dia (sang pimpinan) selalu mengecek jam kedatangan saya di kantor. Kalau terlambat dua menit saja, dia akan bermuka sinis sembari mengatakan, ‘Terlambat lagi, terlambat lagi.’ Namun, jika saya datang ke kantor lebih cepat dan tidak terlambat, dia hanya melihat jam tangannya dan tidak pernah memberikan pujian yang menguatkan dan mendukung saya.”

Itulah sebagian kecil pengakuan Budi mengenai hubungan dengan atasannya. Yang jelas dia merasa sangat tertekan oleh sikap pimpinannya di kantor. Apalagi atasannya sangat getol membebankan banyak tugas kepada Budi.

Namun di tengah rangkaian proses konseling yang cukup panjang, Budi juga bersyukur karena kesempatan berbicara berulang-ulang dengan konselor itu ternyata memberikan ketenangan dalam dirinya dan kepastian bahwa kondisi fisiknya baik, berbagai keluhan fisiknya berangsur kurang. Budi merasa lebih sehat. Dia merasa bahwa di dunia ini masih ada orang yang mau mengerti dan memahami dirinya.

Inilah kunci munculnya ketenangan dan kepastian yang semakin dirasakan oleh Budi. Dia menyadari, karena dulu setiap hari hanya berhadapan dengan atasan yang selalu menekan, dia tergiring untuk meyakini bahwa tidak ada orang yang mau menerima dirinya, yang mau mengerti dan memahami dirinya. Akibatnya, dia merasa tidak bisa lagi menjalani kehidupannya dengan tenang dan pasti. Rasanya saat itu, kehidupan indentik dengan ketidakpastian.

Penghayatan ketidakpastian itu ternyata sangat mencekam Budi, sampai dia merasakan keseimbangan yang sangat menakutkan dan menyiksa. Karena keterikatan yang erat antara jiwa dan tubuh, penghayatan ketidakseimbangan itu terekspresikan pula secara fisik, berupa penghayatan gangguang keseimbangan tubuh. Bahkan, lebih jauh lagi muncul dalam bentuk keluhan rasa nyeri di berbagai bagian tubuh.

Pada titik ini, dapat dilihat betapa manusia bisa sakit karena relasi dengan orang lain. Sebaliknya, dia menjadi sembuh juga karena relasinya dengan orang lain. Seiring dengan makin sehatnya Budi, dia pun bisa melakukan reorientasi untuk meraih rasa percaya diri yang wajar. Pengaruh lain yang lebih positif, dia bisa lebih kuat dalam menghadapi atasannya di kantor.

Ketika sudah lebih sehat Budi mengaku, “Seandainya saya punya atasan yang sesekali sudi bercakap-cakap santai sebentar saja dengan saya, tentang satu dua hal yang bersangkut paut dengan kehidupan sehari-hari, pasti saya akan sangat senang. Dengan demikian saya juga akan bisa lebih menghargai atasan, lebih mampu berdisiplin dan lebih berprestasi lagi dalam bekerja.”

“Saya mendambakan pimpinan yang tidak hanya tegas dan berkuasa terhadap para bawahan, namun juga bijaksana dan mampu melayani. Saya yakin, teman-teman di kantor pun diam-diam mendambakan hal serupa. Mereka sering menyampaikan unek-unek kepada saya. Mudah-mudahan kesediaan saya untuk mendengarkan mereka, bisa berandil mencegah mereka jatuh dalam stress, bahkan sampai depresi seperti yang pernah saya alami.”

Sesungguhnya Budi mengemukakan suatu filosofi relasi yang sangat luhur. Inti filosofi itu adalah ketegasan yang selalu berdampingan dengan kebijaksanaan (kearifan), dan kekuasaan yang selalu berdampingan dengan sikap melayani. Filosofi relasi yang luhur itu merangkum pula nilai-nilai penting yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin, bahkan setiap insan…

Untuk prestasi kerja yang lebih baik, dan kehidupan yang semakin baik, indah, dan menarik!

Baca: PEMIMPIN YANG EFEKTIF






Untuk informasi lebih lanjut hubungi:


Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan