Sebutlah
Budi, karyawan sebuah perusahaan swasta terkenal, enam bulan terakhir ini
sering mengalami gangguan keseimbangan tubuh. Beberapa bagian tubuhnya terasa
amat nyeri. Baginya, berbagai gangguan keseimbangan itu amat menakutkan. “Sepertinya saya sudah tidak dapat mengendalikan
kehidupan saya sendiri. Terkadang rasanya seperti mau mati,” begitu
pengakuan Budi
Selama
itu Budi sudah berobat ke beberapa dokter spesialis, namun pada dasarnya mereka
tidak menemukan abnormalitas yang menjadi penyebab munculnya berbagai keluhan
fisik Budi. Akhirnya, dalam keadaan setengah putus asa, ia mendatangi seorang
konselor. Di tengah rangkaian perjumpaan konseling yang cukup panjang dan
melelahkan, muncul pengakuan spontan Budi tentang atasannya tempat dia bekerja.
“Setiap pagi, dia (sang pimpinan)
selalu mengecek jam kedatangan saya di kantor. Kalau terlambat dua menit saja,
dia akan bermuka sinis sembari mengatakan, ‘Terlambat lagi, terlambat lagi.’
Namun, jika saya datang ke kantor lebih cepat dan tidak terlambat, dia hanya
melihat jam tangannya dan tidak pernah memberikan pujian yang menguatkan dan
mendukung saya.”
Itulah
sebagian kecil pengakuan Budi mengenai hubungan dengan atasannya. Yang jelas
dia merasa sangat tertekan oleh sikap pimpinannya di kantor. Apalagi atasannya
sangat getol membebankan banyak tugas kepada Budi.
Namun
di tengah rangkaian proses konseling yang cukup panjang, Budi juga bersyukur
karena kesempatan berbicara berulang-ulang dengan konselor itu ternyata
memberikan ketenangan dalam dirinya dan kepastian bahwa kondisi fisiknya baik, berbagai
keluhan fisiknya berangsur kurang. Budi merasa lebih sehat. Dia merasa bahwa di
dunia ini masih ada orang yang mau mengerti dan memahami dirinya.
Inilah
kunci munculnya ketenangan dan kepastian yang semakin dirasakan oleh Budi. Dia
menyadari, karena dulu setiap hari hanya berhadapan dengan atasan yang selalu
menekan, dia tergiring untuk meyakini bahwa tidak ada orang yang mau menerima
dirinya, yang mau mengerti dan memahami dirinya. Akibatnya, dia merasa tidak
bisa lagi menjalani kehidupannya dengan tenang dan pasti. Rasanya saat itu,
kehidupan indentik dengan ketidakpastian.
Penghayatan
ketidakpastian itu ternyata sangat mencekam Budi, sampai dia merasakan
keseimbangan yang sangat menakutkan dan menyiksa. Karena keterikatan yang erat
antara jiwa dan tubuh, penghayatan ketidakseimbangan itu terekspresikan pula
secara fisik, berupa penghayatan gangguang keseimbangan tubuh. Bahkan, lebih
jauh lagi muncul dalam bentuk keluhan rasa nyeri di berbagai bagian tubuh.
Pada
titik ini, dapat dilihat betapa manusia bisa sakit karena relasi dengan orang
lain. Sebaliknya, dia menjadi sembuh juga karena relasinya dengan orang lain.
Seiring dengan makin sehatnya Budi, dia pun bisa melakukan reorientasi untuk
meraih rasa percaya diri yang wajar. Pengaruh lain yang lebih positif, dia bisa
lebih kuat dalam menghadapi atasannya di kantor.
Ketika
sudah lebih sehat Budi mengaku, “Seandainya
saya punya atasan yang sesekali sudi bercakap-cakap santai sebentar saja dengan
saya, tentang satu dua hal yang bersangkut paut dengan kehidupan sehari-hari,
pasti saya akan sangat senang. Dengan demikian saya juga akan bisa lebih
menghargai atasan, lebih mampu berdisiplin dan lebih berprestasi lagi dalam
bekerja.”
“Saya mendambakan pimpinan yang
tidak hanya tegas dan berkuasa terhadap para bawahan, namun juga bijaksana dan
mampu melayani. Saya yakin, teman-teman di kantor pun diam-diam mendambakan hal
serupa. Mereka sering menyampaikan unek-unek kepada saya. Mudah-mudahan
kesediaan saya untuk mendengarkan mereka, bisa berandil mencegah mereka jatuh
dalam stress, bahkan sampai depresi seperti yang pernah saya alami.”
Sesungguhnya
Budi mengemukakan suatu filosofi relasi yang sangat luhur. Inti filosofi itu
adalah ketegasan yang selalu berdampingan dengan kebijaksanaan (kearifan), dan kekuasaan yang selalu
berdampingan dengan sikap melayani. Filosofi relasi yang luhur itu merangkum
pula nilai-nilai penting yang seharusnya dimiliki oleh setiap pemimpin, bahkan
setiap insan…
Untuk prestasi kerja yang lebih
baik, dan kehidupan yang semakin baik, indah, dan menarik!
Baca: PEMIMPIN YANG EFEKTIF
Baca: PEMIMPIN YANG EFEKTIF
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777Drs. Johanes Budi Walujo
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Facebook: Johanes Budi Walujo
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Email: johanesbudiwalujo@gmail.com
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan