Jumat, 17 Agustus 2012

KASIH DAN PEDULI





Alkisah, ada seekor tikus yang hidup di rumah seorang petani. Ia adalah tikus kecil yang bahagia, sebab ia mendapat cukup banyak makanan. Bagus juga jika ada tikus di rumah, karena itu artinya tidak perlu penyedot debu. Biar si tikus aja yang memunguti remah-remah yang kecil dan mungil. Hehehe...

Namun, petani pemilik rumah rupanya tak pernah menyukai tikus itu. Suatu hari, ketika si tikus mengintip melalui lubangnya, ia melihat petani itu tengah membuka sebuah bungkusan, isinya ternyata perangkap tikus!

Dengan penuh ketakutan, si tikus menemui sahabatnya, Si ayam, dan berkata, “Pak Tani beli perangkap tikus! Ini mengerikan! Ini bencana!”
Namun Si Ayam malah berkata, “Bukan masalahku. Tak ada hubugannya denganku. Itu urusanmu, Tikus! Pergi sana!

Tikus itu tidak mendapat simpati dari ayam, jadi ia pergi menemui sahabat yang lain, Tuan Kambing. “Tuan Kambing, Tuan Kambing! Pak Tani beli perangkap tikus. Ini sangat mengerikan! Aku dalam bahaya!”
Tuan Kambing berkata, “Gak ada hubungannya denganku, itu urusanmu! Perangkap tikus gak bisa menangkap babi. Kamu lagi sial aja, sana pergi!”

Tikus itu begitu kecewa dengan Tuan Kambing, maka ia menemui sahabat yang lainnya lagi, Nyonya Sapi.
“Nyonya Sapi! Tolonglah aku! Pak Tani sudah beli perangkap tikus! Aku begitu ketakutan sekarang! Aku bisa kena perangkap itu dan aku akan terbunuh…!”
Nyonya Sapi berkata, “Wah, wah… Itu sih bukan urusanku, dan tidak ada hubungannya denganku!”

Tikus itu tidak mendapatkan satu pun simpati dari para sahabatnya. Dengan muram dan sangat kecewa, ia pun pulang ke lubangnya. Malam itu, seekor ular menyusup masuk ke rumah petani dan ekornya terkena perangkap tikus itu.
Ketika pagi hari istri petani datang untuk memeriksa apakah perangkap itu sudah menangkap tikus, ular itu mematuk istri petani itu. Akibat bisa ular, istri petani itu menderita sakit. Karena sang istri sakitnya makin berat, petani itu berpikir’ “Apa yang bagus untuk orang sakit? Ahh…, sup ayam!”
Maka petani itu memotong ayam dan merebusnya menjadi sup untuk istrinya. Si ayam kehilangan nyawanya.

Istri petani tak kunjung sembuh. Sanak saudara berdatangan untuk menengok istri petani. Karena banyak tamu berkunjung, dan harus menyediakan makanan untuk mereka, pak tani menangkap kambing, menjagalnya, lalu menyajikan sate dan gulai kambing untuk para tamunya. Si kambing pun kehilangan nyawanya.

Sekali pun sudah melalukan segala upaya untuk menyembuhkan istrinya, namun istri petani malang itu akhirnya meninggal. Karena istrinya meninggal, dan harus mengeluarkan banyak biaya untuk pemakaman, maka petani itu memotong sapi dan menjual dagingnya. Jadi pada akhirnya, si ayam mati, si kambing kehilangan nyawa, dan si sapi dijagal…, semua itu karena perangkap tikus kecil.

Kita sering berpikir, “Ini bukan urusanku… Tak ada hubungannya denganku… Tidak akan mempengaruhiku… Itu masalah orang lain.” Tapi kisah ini memberitahu kita: “Bukan! Ini bisa jadi masalahku juga.”
Itulah sebabnya mengapa kita harus saling membantu satu sama lain, dan tidak harus selalu tahu bagaimana hal itu akan berakibat pada kita. Bagian yang indah dalam proses ini adalah berbagi hal postitif, kebaikan, dan kebahagiaan dengan orang lain secara tulus… Untuk kehidupan yang lebih baik, indah, dan menarik!

Kita selesaikan bersama-sama. Jika upaya kita berhasil dan mencapai akhir yang baik, luar biasa. Tapi meski pun tidak selalu berhasil, hal yang paling penting adalah: kita telah bekerja bersama-sama.
Pokok masalahnya bukanlah dalam menyelesaikan semua masalah kita, namun ada pada kenyataannya bahwa kita sering tidak mau bekerja sama. Di situlah masalahnya!



Sifat egois, iri, atau rakuslah yang memungkinkan kita ingin selalu diperhatikan oleh orang lain, dan kita kurang bahkan tidak mau peduli dengan orang lain…
Selama Anda ingin lebih, Anda tidak akan menikmati apa yang sudah Anda miliki!
(Diedit dari: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya #3 – Ajahn Brahm)

Baca: ARTI SEBUAH KESUKSESAN...





Salam Sejahtera & Sukses Selalu!


Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w

Selasa, 07 Agustus 2012

BELAJAR DARI ALAM...




Dulu semasa kuliah di Jogja, saya sering mendaki gunung. Gunung-gunung di sekitaran Jawa Tengah, bahkan sudah beberapa kali saya daki sampai ke puncaknya.
Dari pendakian-pendakian tersebut, saya belajar banyak hal tentang:
·      Bagaimana mencintai alam,
·      Tidak egois – harus saling menolong,
·      Fokus pada tujuan,
·      Persiapan diri dan perencanaan yang matang, dan
·      Sabar – rendah hati serta mental dan sikap pantang menyerah…

Gunung yang sangat besar menyampaikan pesan bahwa diri kita sangatlah kecil, dan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan alam semesta yang begitu luas dan indah.
Hutan belantara yang mencekam disepanjang jalur pendakian, mengajarkan kita agar mampu mengendalikan ego dan keangkuhan, bahwa kita harus bersahabat dengan alam.
Puncak gunung yang tinggi memberikan pelajaran yang sangat berharga, bagaimana caranya kita berusaha dengan gigih dan semangat pantang menyerah untuk terus naik sampai ke tujuan.


TIDAK EGOIS – MAU SALING MENOLONG
Ketika kita sedang mendaki gunung, setiap orang harus saling menjaga, tolong menolong, dan satu sama lain harus saling memotivasi agar semua bisa sampai ke puncak.
Bagi Anda yang pernah mendaki gunung, ketika ada kawan yang mengeluh penat, maka kita harus berhenti menunggu sampai dia mampu berjalan lagi. Jika ada teman yang merasa haus, kita harus spontan mengambil air yang disimpan di saku carrier – tas gunung.


FOKUS PADA TUJUAN
Seorang pendaki gunung harus cermat memperkirakan berapa jam perjalanan akan ditempuh untuk tiba di puncak, agar bisa melihat indahnya matahari terbit muncul dari ufuk timur.
Seberapa berat carriernya dan apa saja yang harus dibawa. Semuanya dengan mengedepankan tujuan utama, yaitu untuk sampai ke puncak dan kembali dengan selamat.


PERSIAPAN DIRI YANG MATANG
Pendaki tidak akan membawa sesuatu yang tidak penting, yang akan menghambat pendakiannya. Dalam pendakian gunung kita wajib memperhatikan peralatan pendakian gunung yang lengkap dan tepat guna.
Yang utama adalah persiapan fisik sehingga tubuh bugar dan kuat untuk mendaki, membawa makanan dan minuman secukupnya, serta perlengkapan wajib yang diperlukan, seperti: carrier-tas gunung, jaket gunung, sepatu gunung, kompas, senter, jam tangan, jas hujan/ponco, kupluk, masker, sarung tangan, peralatan masak, sleeping bag, aksesoris pakaian dan pakaian pengganti serta P3K.


SABAR – RENDAH HATI
Pada saat mendaki, ada saja teman yang bersikap menyebalkan, banyak mengeluh, perlengkapannya yang tertinggal, melakukan kesalahan dan lain sebagainya.
Namun, kita tetap harus menanggapinya dengan santai agar bisa sampai ke puncak dan kembali dengan selamat. Tidak mudah memang, namun hal itu mutlak harus dilakukan.
Kadang ada teman yang egois dan emosional, padahal fisiknya lemah. Tapi, sekalipun kita lebih kuat, harus tetap sabar dan rendah hati. Karena seburuk apapun sikapnya, dia adalah kawan seperjalanan kita.


BETAPA INDAHNYA CIPTAAN TUHAN
Gunung Merapi bisa meletus kapan saja, harimau dan hewan buas sejenisnya bisa saja tak sengaja jalan-jalan dan nongkrong di jalur pendakian kita.
Namun, pendaki gunung dengan keyakinan yang bulat dan niat yang kuat tetap melangkah untuk menyapa alam, dan menikmati betapa indahnnya alam semesta ciptaan TUHAN…


“Puncak gunung kehidupan hanya bisa dicapai oleh mereka yang mau belajar dari alam, tidak egois – mau saling menolong, fokus pada tujuan, persiapan diri yang matang, sabar – rendah hati, dan mensyukuri betapa indahnya dunia ini…”
(Johanes Budi Walujo)


Baca: VISI MASA DEPAN





Salam Sejahtera & Sukses Selalu!


Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan

JADILAH SEORANG PEMENANG!



Arthur Ashe, adalah seorang petenis kawakan Amerika berkulit hitam yang pernah berhasil meraih 3 gelar Grand Slam: US Open (1968)Australia Open (1970), dan Wimbledon (1975).
Pada suatu musim panas di tahun 1975 dia mendapat serangan jantung yang mengharuskannya menjalani operasi bypass.  Setelah menjalani 2 kali operasi jantung, bukannya kesembuhan total yang ia terima malah ia harus menghadapi kenyataan pahit, ia terinfeksi HIV yang menularinya melalui transfusi darah yang ia terima...

Salah seorang penggemar beratnya menulis sepucuk surat padanya dan bertanya:
"Mengapa Tuhan memilih kamu untuk menderita penyakit yang mustahil untuk disembuhkan itu?"

Arthur Ashe menjawab:
"Di dunia ini ada sekitar lebih dari 20 juta anak yang ingin bermain tennis...
Di antara mereka ada sekitar 5 juta yang memperoleh kesempatan berlatih tennis....
Dan ada 500 ribu orang yang akhirnya berlatih untuk menjadi pemain Profesional...
Tersisa 50 ribu yang mencoba peruntungan datang ke arena pertandingan...
5 ribu orang beruntung mencapai turnamen Grandslam...
50 orang berhasil sampai ke Wimbledon...
4 orang bertanding di semifinal...
2 orang memperebutkan gelar juara di final..."

Ketika saya memenangkan pertandingan itu dan saat saya mengangkat Trophy Wimbledon... saya tidak pernah bertanya kepada Tuhan..."Kenapa Harus Saya?"

Jadi, ketika saya terpaksa harus menerima kenyataan pahit ini, tidak seharusnya saya bertanya hal yang sama ke Tuhan...
"Kenapa Harus Saya?"

Kerap kali di dalam perjalanan hidup kita ini, disadari maupun tidak... kita sering merasa hanya pantas menerima hal-hal yang baik saja: Pendidikan yang baik, Kesuksesan dalam karier, Kesehatan yang prima, Kehidupan percintaan yang membahagiakan... dan hal-hal baik lainnya...
Dan ketika kenyataan hidup berkata lain tidak seindah yang kita bayangkan malah sebaliknya: Kesulitan hidup, Kesehatan yang memburuk, Kegagalan karier, Kebangkrutan finansial, Rumah tangga yang tak utuh lagi... dan hal-hal menyedihkan lainnya....
Kita akan menganggap Tuhan tidak adil sehingga kita merasa berhak untuk menggugat Tuhan.

Akan tetapi ketahuilah... bahwa Tuhan Maha Tahu apa yang sebenarnya kita butuhkan dalam hidup ini. Ia memiliki rencana tersendiri bagi kita, maka tetaplah teguh dalam pengharapan kita... walaupun kadang beban hidup ini terasa sangat berat untuk kita tanggung...
Ketika kita menerima hal-hal buruk dalam hidup ini, maka ingat-ingatlah selalu ketika kita menerima hal-hal yang baik juga.

"Kuda-kuda pemenang takkan pernah tahu mengapa ia harus dicambuk dan dikendalikan jokinya... dan akhirnya bisa memenangkan lomba... kuda-kuda itu hanya tahu bahwa ia harus berlari sekencang-kencangnya karena dicambuk dan tersakiti!"


Hidup ini bagaikan sebuah perlombaan antara hal yang baik dan buruk, dan Tuhan lah yang menjadi Jokinya.
Jika kita mengalami kesakitan, dihajar derita hidup, dicambuk kenyataan hidup yang menyakitkan, mengalami masa-masa sulit, putus asa dan hal-hal menyedihkan lainnya... maka bangkitlah dan ingatlah selalu bahwa:

"Tuhan sedang mencambuki dan mengarahkan kita untuk menjadi seorang pemenang!"

Baca: APA YANG DISIMPAN DI BENAK ANDA?





Salam Sejahtera & Sukses Selalu!


Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w