Alkisah, ada seekor tikus yang hidup di rumah seorang
petani. Ia adalah tikus kecil yang bahagia, sebab ia mendapat cukup banyak
makanan. Bagus juga jika ada tikus di rumah, karena itu artinya tidak perlu
penyedot debu. Biar si tikus aja yang memunguti remah-remah yang kecil dan
mungil. Hehehe...
Namun, petani pemilik rumah rupanya tak pernah
menyukai tikus itu. Suatu hari, ketika si tikus mengintip melalui lubangnya, ia
melihat petani itu tengah membuka sebuah bungkusan, isinya ternyata perangkap
tikus!
Dengan penuh ketakutan, si tikus menemui sahabatnya, Si ayam, dan berkata, “Pak Tani beli perangkap tikus! Ini mengerikan! Ini bencana!”
Namun Si Ayam malah berkata, “Bukan masalahku. Tak ada hubugannya denganku. Itu urusanmu, Tikus!
Pergi sana!
Tikus itu tidak mendapat simpati dari ayam, jadi ia pergi menemui sahabat yang lain, Tuan Kambing. “Tuan Kambing, Tuan Kambing! Pak Tani beli perangkap tikus. Ini sangat mengerikan! Aku dalam bahaya!”
Tuan Kambing berkata, “Gak ada hubungannya denganku, itu urusanmu! Perangkap tikus gak bisa
menangkap babi. Kamu lagi sial aja, sana pergi!”
Tikus itu begitu kecewa dengan Tuan Kambing, maka ia menemui sahabat yang lainnya lagi, Nyonya Sapi.
“Nyonya
Sapi! Tolonglah aku! Pak Tani sudah beli perangkap tikus! Aku begitu ketakutan
sekarang! Aku bisa kena perangkap itu dan aku akan terbunuh…!”
Nyonya Sapi berkata, “Wah, wah… Itu sih bukan urusanku, dan tidak ada hubungannya denganku!”
Tikus itu tidak mendapatkan satu pun simpati dari para sahabatnya. Dengan muram dan sangat kecewa, ia pun pulang ke lubangnya. Malam itu, seekor ular menyusup masuk ke rumah petani dan ekornya terkena perangkap tikus itu.
Ketika pagi hari istri petani datang untuk memeriksa
apakah perangkap itu sudah menangkap tikus, ular itu mematuk istri petani itu. Akibat
bisa ular, istri petani itu menderita sakit. Karena sang istri sakitnya makin
berat, petani itu berpikir’ “Apa yang
bagus untuk orang sakit? Ahh…, sup ayam!”
Maka petani itu memotong ayam dan merebusnya menjadi
sup untuk istrinya. Si ayam kehilangan nyawanya.
Istri petani tak kunjung sembuh. Sanak saudara berdatangan untuk menengok istri petani. Karena banyak tamu berkunjung, dan harus menyediakan makanan untuk mereka, pak tani menangkap kambing, menjagalnya, lalu menyajikan sate dan gulai kambing untuk para tamunya. Si kambing pun kehilangan nyawanya.
Sekali pun sudah melalukan segala upaya untuk menyembuhkan istrinya, namun istri petani malang itu akhirnya meninggal. Karena istrinya meninggal, dan harus mengeluarkan banyak biaya untuk pemakaman, maka petani itu memotong sapi dan menjual dagingnya. Jadi pada akhirnya, si ayam mati, si kambing kehilangan nyawa, dan si sapi dijagal…, semua itu karena perangkap tikus kecil.
Kita sering berpikir, “Ini bukan urusanku… Tak ada hubungannya denganku… Tidak akan mempengaruhiku… Itu masalah orang lain.” Tapi kisah ini memberitahu kita: “Bukan! Ini bisa jadi masalahku juga.”
Itulah sebabnya mengapa kita harus saling membantu
satu sama lain, dan tidak harus selalu tahu bagaimana hal itu akan berakibat
pada kita. Bagian yang indah dalam proses ini adalah berbagi hal postitif,
kebaikan, dan kebahagiaan dengan orang lain secara tulus… Untuk kehidupan yang lebih baik, indah, dan menarik!
Kita selesaikan bersama-sama. Jika upaya kita berhasil dan mencapai akhir yang baik, luar biasa. Tapi meski pun tidak selalu berhasil, hal yang paling penting adalah: kita telah bekerja bersama-sama.
Pokok masalahnya bukanlah dalam menyelesaikan semua
masalah kita, namun ada pada kenyataannya bahwa kita sering tidak mau bekerja
sama. Di situlah masalahnya!
Sifat egois, iri, atau rakuslah yang memungkinkan kita ingin selalu diperhatikan oleh orang lain, dan kita kurang bahkan tidak mau peduli dengan orang lain…
Selama Anda
ingin lebih, Anda tidak akan menikmati apa yang sudah Anda miliki!
Salam Sejahtera & Sukses Selalu!
Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Facebook: Johanes Budi Walujo
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Email: johanesbudiwalujo@gmail.com
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan