Minggu, 29 November 2015

MEMBANGUN RUMAH MASA DEPAN




Ada seorang kaya yang baik hati ingin menunjukkan kebaikannya…
Pada suatu hari dia memperhatikan kondisi malang dari seorang tukang kayu tetangganya. Orang kaya itu memanggil tukang kayu yang miskin itu dan memberikan wewenang kepadanya untuk membangun sebuah rumah yang indah dan megah.

“Saya inginkan agar rumah itu menjadi sebuah rumah yang sungguh indah dan mengah. Gunakan saja bahan-bahan terbaik. Pekerja-pekerja terbaik, dan tidak perlu berhemat”, begitu petunjuk dari orang kaya itu.
Orang kaya itu memberi pesan bahwa dia akan mengadakan perjalanan jauh yang memakan waktu cukup lama, dan dia mengharapkan bahwa rumah itu sudah rampung pada saat dia kembali dari perjalanan.

Tukang kayu yang miskin itu melihat bahwa ini adalah sebuah ‘kesempatan’ yang sangat berharga dan tidak boleh dilewatkan begitu saja. Karena itu, dia menghemat bahan-bahan bangunan, menyewa pekerja-pekerja bermutu rendah yang mau dibayar murah, sedapat mungkin menutupi segala kekurangan-kekurangan dalam pembangunan rumah tersebut.

Ketika orang kaya itu pulang, tukang kayu itu menyerahkan kunci-kunci rumah kepadanya dan berkata, “Saya telah mengikuti semua petunjuk tuan dan membangun rumah sesuai dengan yang tuan inginkan.”

Orang kaya itu mengatakan, “Saya sangat senang”, dan kemudian menyerahkan kunci-kunci rumah baru itu kepada tukang kayu, dengan berkata, “Ini kunci-kunci rumah yang baru itu. Saya sudah menyuruh kamu membangun rumah untuk dirimu sendiri, kamu dan keluargamu menjadi pemilik rumah itu sebagai hadiah dari saya.”

Pada tahun-tahun selanjutnya, tukang kayu itu tidak pernah berhenti menyesali bagaimana dia telah menipu dirinya sendiri.

“Kalau saya tahu bahwa rumah itu saya bangun untuk diri saya sendiri…”, begitulah kata tukang kayu kepada diri sendiri.

Baca: BERHUTANG PADA KEHIDUPAN





Salam Sejahtera & Sukses Selalu!

Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan

Rabu, 25 November 2015

BERHUTANG PADA KEHIDUPAN




“Di dunia ini bukanlah apa yang kita perjuangkan, melainkan apa yang bisa kita berikan yang membuat kita kaya. Mereka yang tidak suka memberi akan selalu merasa kekurangan.”

Albert Einstein berkata, “Saya mengingatkan diri saya ratusan kali dalam sehari bahwa hidup yang saya punya di dalam dan di luar diri saya adalah karena usaha orang lain yang masih hidup atau sudah meninggal. Dan karena itu, saya harus mengembangkan diri supaya saya bisa memberi sebanyak yang saya terima.”

Jika merenungkan kata-kata di atas, kita akan menemukan bahwa kita sudah berhutang kepada banyak orang, bahkan kepada Tuhan. Kita berhutang kepada orang tua yang sudah melahirkan, mendidik, dan membesarkan kita. Kita berhutang kepada guru-guru yang telah memberikan ilmu dan pola pikir yang benar. Kita berhutang kepada para pembimbing rohani yang mengajari tentang inti hidup dengan melatih karakter.

Kita berhutang kepada atasan yang telah memberikan ‘training & coaching’ untuk mengembangkan diri. Kepada perusahaan (dan pemilik perusahaan) yang telah memberi kita kesempatan kerja dan berkarya. Dan yang pasti, kita berhutang kepada Tuhan yang telah menganugerahkan telenta dan kemampuan kepada kita untuk menjalani kehidupan yang bermakna.

Jadi, marilah kita miliki prinsip seperti ini, bahwa apa yang kita terima harus kita teruskan pada orang lain. Pengetahuan yang kita miliki tidak boleh tetap terpenjara dalam benak kita. Berkah Tuhan, tak boleh tertahan di tangan kita. Sebaliknya, kita harus menjadi saluran berkat Tuhan. Mengapa? Karena apa yang kita simpan untuk diri kita sendiri akan lenyap, tetapi apa yang kita berikan pada orang lain akan kita miliki selamanya. Bukankah demikian?

Oleh karena itu, berbagilah hal positif, kebaikan, dan kebahagiaan dengan orang lain… Apapun bentuknya dan bagaimanapun caranya?

Untuk dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, indah, dan menarik!







Salam Sejahtera & Sukses Selalu!

Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan

Selasa, 24 November 2015

BERPIKIR LAIN DARI BIASA



Pernahkah Anda mendengar cerita tentang gajah yang kakinya diikat rantai sejak kecil? Makanan dan minuman untuk gajah selalu disediakan di tempat yang mudah dijangkau tanpa harus berjalan jauh. Setiap kali ia buang air, selalu ada orang yang membersihkannya. Tempat gajah itu pun diberi peneduh sehingga ia tidak terkena hujan dan panas.

Setelah lebih dari 3 tahun, rantai yang mengikat kaki sang gajah dilepas. Apakah gajah itu akan berjalan jauh dari tiang tempatnya dirantai selama ini? Tidak! Gajah tersebut sudah “mendapatkan” cara hidup yang ditentukan oleh orang yang merantai kakinya. Gajah itu berhenti pada cara pandang itu. Ia bahkan takut memandang kehidupan dengan cara lain. Akibatnya, sang gajah tetap berada di sekitar tiang tempatnya terikat selama ini walaupun rantai di kakinya telah dilepas.


“Pikiran sempit mudah dipengaruhi dan dikecewakan oleh nasib malang, tetapi pikiran luas senantiasa berada di atas angin.”
(Washington Irving)


Sadarkan Anda, seringkali kita membatasi cara pandang. Akibatnya, Anda menjadi pribadi seperti “katak dalam tempurung”. Secara langsung, cara berpikir demikian akan mempengaruhi hasil karya Anda. Mari, lepaskan kacamata kuda yang selama ini kita kenakan. Mulailah menjadi orang yang terbuka dengan segala kemungkinan, termasuk ilmu, masukan, dan ide-ide baru.
  


“Dalam bekerja, rutinitas dan tanpa motivasi seringkali membuat kita ‘tidak mau’ belajar, bertumbuh dan mengembangkan diri; secara perlahan dan pasti akan ‘membunuh’ inisiatif dan kreativitas.”
(Johanes  Budi Walujo) 

Baca: PIKIRAN ANDA MENENTUKAN JALAN HIDUP ANDA!





Salam Sejahtera & Sukses Selalu!


Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan

Minggu, 22 November 2015

TUHAN AKAN MENYELAMATKAN SAYA




Ada banjir melanda suatu daerah dan seorang yang percaya kepada Tuhan berusaha keras untuk menolong siapa saja sedapat mungkin…

Air sudah sampai ke lututnya dan masih terus naik ketika dia menolong seorang lelaki dan wanita yang terluka.

Sebuah mobil datang mendekat dan salah seorang berkata kepadanya, “Biarkan saya menyelamatkan kamu.”

Namun orang itu berkata, “Selamatkan dua orang ini, Tuhan akan menyelamatkan saya.”

Mobil itu menjauhi dia.

Air naik terus sampai ke pinggangnya, sementara dia terus berusaha untuk membantu seorang ibu dan dua anaknya.

Sebuah perahu karet penyelamat datang mendekat dan salah seorang berkata, “Mari, biarkan saya menyelaamatkan kamu.”

Tetapi orang itu berkata, “Selamatkan orang-orang malang ini. Tuhan akan menyelamatkan saya.”

Perahu karet itu menjauhi dia untuk menyelamatkan orang lain.

Air terus naik dan sekarang sudah sampai ke lehernya, dia terus berenang dan kemudian sebuah helikopter datang mendekat, salah seorang berteriak, “Mari, biarkan saya menyelamatkan kamu.”

Orang itu pun berkata, “Selamatkan saja orang lain, saya percaya Tuhan akan menyelamatkan saya.”

Air naik semakin tinggi lagi, akhirnya karena kelelahan dia tenggelam.
Dia menemukan dirinya berada di gerbang surgawi dan sang malaikat menuntun dia ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa.

Orang itu berkata, “Tuhan, saya menjalani hidup yang baik, memberi makan kepada yang lapar, menolong para tuna wisma, sering berdoa dan menghantar banyak orang untuk percaya pada-Mu. Katakan padaku, mengapa Engkau tidak menolong aku ketika aku berada di tengah banjir itu?”


Tuhan menjawab, “Jangan persalahkan Aku. Aku sudah berbuat untuk menolong kamu, bukankah Aku sudah mengirim mobil, perahu karet, dan helikopter untuk menyelamatkanmu dari banjir…”






Salam Sejahtera & Sukses Selalu!

Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w

PIKIRAN ANDA MENENTUKAN JALAN HIDUP ANDA!




Pada suatu hari seorang anak muda berjalan di sebuah jalan desa. Waktu itu pagi buta dan dia ingin bertemu dengan beberapa sahabat yang tinggal agak jauh dari tempat tinggalnya. Dia mengenakan baju berwarna coklat, rambutnya baru dicukur rapi, dan sandalnya menyeret tanah sehingga debu berterbangan diterpa sinar matahari pagi.

Sekitar siang hari dia mulai merasa lelah. Sudah waktunya untuk makan siang tetapi dia lupa membawa bekal. Dia mulai merasa agak kesal, bahkan sedikit bingung memikirkan perjalanannya yang masih panjang, teriknya matahari dan “mengapa” dia harus melakukan perjalanan itu.

Dia sama sekali tidak berkonsentrasi ke jalan dan sangat terganggu kira-kira pada pukul 13.30. Di saat itu dia terantuk pada sebuah batu yang terletak di tengah jalan. Dia bahkan tidak melihat batu itu karena hanyut oleh pikiran dan keprihatinannya. Bagaimanapun juga dengan luka pada jari kakinya, dia baru menyadari akan lingkungannya.

Apa sebab batu ini ada di sini? Pikirannya berpindah pada arah yang baru. Mengapa batu itu berada di tengah jalan yang dilewatinya? Apakah ada seseorang yang dengan sengaja meletakkannya di situ? (Batu bertambah besar). Pasti, ada orang yang sengaja menempatkan batu itu di sana sehingga dia terantuk. (Batu semakin bertambah besar lagi). Ada orang yang tidak suka dengannya. (Batu itu sekarang menjadi begitu besar sehingga menutupi seluruh jalan). Pikirannya mulai membuat daftar nama orang-orang yang tidak menyukainya dan barangkali yang tidak dapat bergaul dengannya.

Pada saat itu, batu sudah menjadi seperti sebuah gunung yang sangat besar. Anak muda itu duduk di pinggir jalan di bawah naungan sebatang pohon, memandang gunung raksasa yang menghalangi semua usahanya dan mengacaukan rencananya.

Di jalan yang sama itu lewat seorang wanita tua dan melihat anak muda yang sedang kebingungan. Wanita itu mendekatinya dan menanyakan apa yang menjadi masalahnya. Anak muda itu mengatakan seluruh cerita tentang keinginannya, maksud baiknya dan bagaimana dia sudah terluka jari kakinya dan dirintangi oleh sebuah gunung yang besar yang dipasang seseorang di jalan itu. Wanita tua itu menyiapkan sedikit waktu untuk bercakap-cakap dengan anak muda itu. Kemudian wanita itu pergi ke tengah jalan, mengambil sebuah batu kecil dan melemparkan batu itu ke seberang jalan. Anak muda itu sangat terkejut dan keheranan. Ketika meninggalkan tempat kejadian dan nasibnya telah bertemu dengan wanita tua tersebut, dia memperhatikan bahwa gunung yang ada dipikirannya itu hanyalah sebuah batu kecil, tidak terlalu besar sebenarnya untuk mencegah dia melakukan perjalanan untuk menjumpai sahabat-sahabatnya.


UNTUK DIRENUNGKAN:
Di sepanjang perjalanan hidup kita, sering pikiran kita yang negatif mempengaruhi arah perjalanan dan tujuan semula dari hidup kita. Lingkungan tempat kita hidup dan dimana kita bergaul, situasi dan kondisi kehidupan yang sedang kita alami, bahkan pemahaman tentang kehidupan serta keyakinan yang kita anut, mau atau tidak mau, sengaja maupun tidak disengaja akan mempengaruhi jalan hidup kita…

Untuk itu, hati-hatilah dengan cara Anda berpikir!






Salam Sejahtera & Sukses Selalu!

Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w

Rabu, 11 November 2015

JANGAN MEMPERSULIT ORANG!




“Bila kita bisa memberikan cara-cara yang lebih mudah, lebih sederhana, mengapa harus memakai cara yang sulit dan rumit?”


Suatu hari, saya mengalami masalah pada paket BlackBerry. Saya sudah mengaktifkan paket yang saya inginkan, tapi sampai beberapa jam kemudian, paket tersebut masih belum aktif juga. Jadi, saya putuskan menelpon customer service untuk meminta bantuan.

Seorang wanita menjawab telepon saya. Ia menanyakan banyak hal yang sebenarnya membuat saya agak kesal sampai saya putuskan pembicaraannya, karena merasa dipersulit. Selang beberapa waktu kembali saya menelepon customer service. Pria ini menanyakan beberapa hal yang sama seperti wanita tadi. Namun bedanya, customer service yang kedua ini menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dimengerti. Dan satu hal yang penting adalah, ia mempermudah saya untuk memahami kesalahan yang terjadi pada paket yang saya pilih.

Dari pengalaman saya tersebut di atas, banyak pribadi di sekeliling kita yang tidak memberikan solusi, tapi justru mempersulit. Alasan yang umum digunakan adalah mematuhi prosedur. Unsur pembeda dalam hal ini adalah cara melayani. Penggunaan bahasa sederhana dan kemauan mendengarkan keluhan dengan baik akan membuat perbedaan. Yang perlu saya tekankan, keinginan membantu dan mempermudah orang lain adalah yang utama. Yang saya maksud “mempermudah” di sini tentu berada dalam koridor yang positif.

Dalam bekerja, jika kita bisa melakukannya dengan cara lebih sederhana - efektif dan efisien, kenapa “milih” yang rumit dan sulit, yang menguras tenaga dan pikiran, bahkan biaya ekstra?

Baca: BEKERJA DENGAN HEBAT!






Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan