Selasa, 06 September 2016

KEHIDUPAN SEPERTI SUNGAI YANG TERUS...




Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya, "Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati!"
Sang Guru tersenyum, "Ohh…, kamu sedang sakit."
"Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Saya hanya jenuh dengan kehidupan. Itulah sebabnya saya ingin mati."
Seolah-olah tidak mendengar pembelaan pria itu, Sang Guru meneruskan perkataannya, "Kamu sakit. Dan penyakitmu itu bernama, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan."
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini terus mengalir, namun kita hampir selalu menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jadi sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.
Usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini? Di dunia ini tidak ada yang abadi! Kita tidak memahami dan menyadari sifat dari kehidupan. Kita kerap ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, lalu kecewa dan menderita.
"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku." kata Sang Guru.
"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh menjalani hidup ini. Tidak, saya tidak ingin hidup lagi. Saya ingin mati saja!" Pria itu menolak tawaran Sang Guru. "Jadi, kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?" "Ya, memang saya sudah bosan hidup," jawab pria itu.
"Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kamu minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kamu akan mati dengan tenang."
Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh untuk hidup, ia menerimanya dengan senang hati.
Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut "obat" oleh Sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu tenang, begitu santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari berbagai macam masalah dan terlepas dari segala persoalan hidup.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan berbisik, "Sayang, aku mencintaimu."
Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk ke dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istri pun merasa aneh sekali lalu bertanya, "Sayang, apa yang terjadi hari ini?
Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang." Pria itu menjawab.
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Para stafnya pun kebingungan, "Hari ini, Bos kita kok aneh ya?" Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka menjadi lembut dan suasana kantor menjadi hangat. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!
Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidupnya menjadi baik, indah, dan menarik. Ia mulai menikmatinya.
Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan sang istri tercinta sedang menunggunya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya dan berkata, "Sayang, aku pun minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu." Anak-anaknya pun tidak ingin ketinggalan, "Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah sering tertekan karena perilaku kami."
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidupnya menjadi sangat baik, indah, dan menarik. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol ‘racun’ yang sudah ia minum, kemarin sore?
Ia menemui Sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya Sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya hanya vitamin. Kamu sudah sembuh. Apabila kamu hidup dalam kekinian, apabila kamu hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kamu akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kamu tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kamu akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah jalan menuju ketenangan. Itulah kunci kebahagiaan."
Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman sepanjang hari kemarin. Konon, ia masih terus menjalani kehidupannya. Sungai kehidupannya terus mengalir. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu tenang, selalu bahagia, SELALU HIDUP!

Baca: BUATLAH ORANG LAIN TERSENYUM





Salam Sejahtera & Sukses Selalu!


Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w