Suatu kali saya terlibat dalam perbincangan dengan beberapa
rekan lama. Dalam reunian yang terjadi setelah perpisahan bertahun-tahun
lamanya, banyak kisah dan cerita yang terungkap. Termasuk, salah satunya soal
karir.
Ada seorang teman yang sudah jadi pejabat di sebuah instansi besar. Ada rekan yang sudah berkeliling dunia karena mendapat tugas dari kantornya. Serta, ada banyak obrolan yang kadang malah menjadikan obrolan ujungnya terasa hambar. Sebab, dari yang awalnya berniat menjalin kembali tali silaturahim, malah muncul kisah-kisah yang membandingkan prestasi yang pernah dan telah diraih selama ini. Kesannya malah saling menyombongkan diri.
Ada seorang teman yang sudah jadi pejabat di sebuah instansi besar. Ada rekan yang sudah berkeliling dunia karena mendapat tugas dari kantornya. Serta, ada banyak obrolan yang kadang malah menjadikan obrolan ujungnya terasa hambar. Sebab, dari yang awalnya berniat menjalin kembali tali silaturahim, malah muncul kisah-kisah yang membandingkan prestasi yang pernah dan telah diraih selama ini. Kesannya malah saling menyombongkan diri.
Pernahkah Anda mengalami hal yang sama?
Di tengah perbincangan tersebut, ada seorang kawan yang terlihat menikmati setiap perbincangan kami. Ia cenderung diam, namun serius memperhatikan. Dari raut wajahnya, terlihat kepuasan mendengar berbagai kisah kami. Maka, ketika tiba giliran ia bicara, dirinya sempat kaget. Namun, ia pun segera mengucap satu kalimat yang justru menjadi pembelajaran bagi kami semua. Sederhana saja, namun dalam. “Ah, aku sih biasa-biasa saja. Siapa aku hari ini tidak penting. Yang penting adalah aku berada di antara kalian teman-temanku. Di sinilah, saat inilah, kebahagiaan itu kudapatkan - tanpa peduli siapa pun kalian, apa pun jabatan kalian, dan siapa aku hari ini.”
Teman ini barangkali hendak menyindir dengan apa yang jadi perbincangan kami seputar karir dan bisnis. Namun yang jelas, ia seperti sedang membangunkan kami dari tidur, yakni ketika terlena oleh titel, gelar, pangkat, dan kisah fantastis yang harus diceritakan. Secara tidak langsung ia 'menegur', bahwa semua itu tak berarti jika kita tak sedang bahagia. Karena itu, ia lebih memilih diam dan menikmati kebersamaan saat itu, daripada bercerita tentang siapa dirinya.
Kebahagiaan tak mengenal pangkat. Malah, kebahagiaan sebenarnya selalu dekat. Di sini, di hati, di dalam diri kita. Tinggal bagaimana keputusan kita untuk menjadikan diri menjadi bahagia atau nestapa. Semua tergantung pola pikir dan pada pilihan kita memaknai kehidupan. Sayang, banyak orang yang justru sibuk mencari kebahagiaan dengan sudut pandang bernama jabatan, kekayaan atau materi, dan popularitas.
Memang arti kebahagiaan bermacam-macam, tergantung situasi dan kondisi dari masing-masing pribadi. Namun sesungguhnya, kebahagiaan sejati bukanlah itu semua...
Mari kita renungkan... Harta bernama kebahagiaan itu sebenarnya telah ada -
bahkan selalu ada - setiap saat dimanapun dan apapun diri kita.Di tengah perbincangan tersebut, ada seorang kawan yang terlihat menikmati setiap perbincangan kami. Ia cenderung diam, namun serius memperhatikan. Dari raut wajahnya, terlihat kepuasan mendengar berbagai kisah kami. Maka, ketika tiba giliran ia bicara, dirinya sempat kaget. Namun, ia pun segera mengucap satu kalimat yang justru menjadi pembelajaran bagi kami semua. Sederhana saja, namun dalam. “Ah, aku sih biasa-biasa saja. Siapa aku hari ini tidak penting. Yang penting adalah aku berada di antara kalian teman-temanku. Di sinilah, saat inilah, kebahagiaan itu kudapatkan - tanpa peduli siapa pun kalian, apa pun jabatan kalian, dan siapa aku hari ini.”
Teman ini barangkali hendak menyindir dengan apa yang jadi perbincangan kami seputar karir dan bisnis. Namun yang jelas, ia seperti sedang membangunkan kami dari tidur, yakni ketika terlena oleh titel, gelar, pangkat, dan kisah fantastis yang harus diceritakan. Secara tidak langsung ia 'menegur', bahwa semua itu tak berarti jika kita tak sedang bahagia. Karena itu, ia lebih memilih diam dan menikmati kebersamaan saat itu, daripada bercerita tentang siapa dirinya.
Kebahagiaan tak mengenal pangkat. Malah, kebahagiaan sebenarnya selalu dekat. Di sini, di hati, di dalam diri kita. Tinggal bagaimana keputusan kita untuk menjadikan diri menjadi bahagia atau nestapa. Semua tergantung pola pikir dan pada pilihan kita memaknai kehidupan. Sayang, banyak orang yang justru sibuk mencari kebahagiaan dengan sudut pandang bernama jabatan, kekayaan atau materi, dan popularitas.
Memang arti kebahagiaan bermacam-macam, tergantung situasi dan kondisi dari masing-masing pribadi. Namun sesungguhnya, kebahagiaan sejati bukanlah itu semua...
Baca: MERUBAH NASIB
Salam Sejahtera & Sukses Selalu!
Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Facebook: Johanes Budi Walujo
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Email: johanesbudiwalujo@gmail.com
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan