Alkisah...
Ada seorang laki-laki yang bekerja
jauh di luar kota. Saking jauhnya, baru sebulan kemudian ia berkesempatan
menelpon ke rumah untuk mengabari istrinya. Yang menjawab telponnya adalah
seorang pembantu.
Dengan heran ia bertanya,
“Sudah
berapa lama kamu kerja di situ?”
“Baru
satu hari”, jawab pembantu itu.
“Terus”,
lelaki itu bertanya lagi, “…di mana istri
saya?”
“Oh,
istri Bapak ada di kamar atas bersama lelaki lain”,
jawab pembantu lagi.
“Apa?
Dengan lelaki lain? Kurang ajar…! Begini, tolong kamu bantu saya beri pelajaran
pada lelaki itu. Kamu cari pemukul bisbol atau tongkat apapun. Naik ke atas,
dan pukul keras-keras kepala lelaki jahanam itu. Jangan tutup telpon ini, saya
mau tunggu laporanmu!” Si laki-laki berteriak.
Karena takut, pembantu itupun menjawab, “Baik, Tuan!”
Setelah menunggu beberapa saat, kembalilah
pembantu itu dengan tergesa-gesa, “Sudah
saya lakukan Tuan, tapi nyonya Julia jadi marah besar!”
Laki-laki lalu menjawab dengan heran, “Nyonya Julia? Bukankah ini nomor telpon
765.4321?”
Dengan lemas pembantu itu menjawab, “Bukan Tuan, ini rumah yang nomor telponnya
765.3210.”
Langsung saja laki-laki ini menutup
telponnya!
Silakan
Anda pikirkan kemungkinan kelanjutan dari kisah tersebut…
Bagaimana Cara Mengembangkan Kecerdasan Emosional?
Menurut
Michael E. Rock, Ed.D. (pelatih dan
fasilitator EQ), di hampir setiap jenis pekerjaan, EQ mengalahkan IQ. EQ
lebih banyak dicari dan diutamakan. Berbeda dengan kemampuan IQ yang kita
gunakan saat memecahkan masalah, EQ harus ditunjukkan nyaris dalam setiap saat
kehidupan. Cara kita merasa, seperti cerita lucu di atas, terbukti banyak
mempengaruhi cara kita berpikir. Sebaliknya, cara kita berpikir, mempengaruhi
sikap dan tindakan kita.
Michael
E. Rock menyusun formula sebagai berikut:
EQ
Tinggi = Berpikir Jernih + Emosi Sehat + Tindakan Pantas
Untuk
mengembangkan kemampuan EQ, mulailah dengan berlatih 3 hal:
- Kejernihan atau
obyektivitas dalam berpikir;
- Menjaga
kesehatan emosi; dan
- Memilih tindakan
yang pantas untuk setiap situasi.
Tips
Mengembangkan Emosional
Langkah Pertama:
Mulailah
dengan berpikir positif, terhadap diri sendiri dan orang lain.
Sudah
terbukti berulang kali bahwa pikiran negatif senantiasa menciptakan emosi negatif.
Dan dalam jangka panjang, perasaan itu menciptakan tindakan negatif terhadap
diri sendiri maupun orang lain. Terbukti, rata-rata orang yang mencoba bunuh
diri memiliki perasaan yang sangat negatif terhadap dirinya.
Orang
yang berpikiran negatif terhadap orang lain sering kali dirundung was-was,
curiga, sulit percaya, paranoia, dan mudah stres.
Orang
yang selalu pesimistis dan melihat sesuatu dari sisi negatif biasanya selalu
diliputi kecemasan.
Langkah kedua:
Mulailah
belajar untuk mengekspresikan perasaan.
Bedakan
antara mengekspresikan pikiran dengan perasaan. Banyak kekeliruan terjadi,
misalnya pada ungkapan perasaan, “Saya merasa seperti…” atau “Saya merasa bahwa
masalah ini…”, yang seperti itu sebenarnya adalah Anda sedang mengekspresikan
pikiran. Ekspresi emosi yang tepat adalah seperti: “Saya khawatir mengenai…”,
“Saya takut akan…”, “Saya betul-betul marah dengan…”.
Langkah Ketiga:
Mulailah
dengan memikirkan dampak dari kata-kata Anda terhadap perasaan orang lain.
Sebuah
pepatah kuno India mengatakan, “Katakan
apa yang Anda rasakan, dan rasakan apa yang Anda katakan.” Selain belajar
mengungkapkan perasaan Anda secara tepat, jujur dan tegas (asertif), Anda juga perlu belajar untuk memikirkan dampak dari
kata-kata yang Anda ucapkan terhadap perasaan orang lain.
Langkah Keempat:
Mulailah
menggali unmet emotional need pada setiap orang yang mempunyai masalah emosi.
Unmet
emotional need adalah kebutuhan dasar emosi yang melandasi munculnya perasaan
tidak menyenangkan.
Sebagai
contoh, seorang manajer menolak untuk mengubah sistem kerja yang berlaku. Ia
marah karena merasa tidak dilibatkan dalam perubahan sistem kerja yang baru
itu. Atau seorang salesman yang bekerja tanpa motivasi, karena merasa hasil
kerjanya tidak pernah dihargai. Seringkali, emosi yang tampak bukanlah emosi
yang otentik. Jika digali, biasanya akan ditemukan kebutuhan emosi tertentu
yang membuat seseorang bereaksi atau bersikap negatif pada Anda. Cobalah peka
dengan kebutuhan emosi mendasar orang lain.
Langkah kelima:
Mulailah
untuk belajar mengelola emosi negatif yang Anda rasakan.
Caranya, berlatihlah untuk
menerapkan langkah pengelolaan emosi berikut ini:
·
Indentifikasilah perasaan
Anda yang sesungguhnya.
·
Carilah akar penyebab
perasaan negatif tersebut.
·
Tanyalah berulang-ulang, apa
yang bisa membuat Anda merasa lebih baik.
·
Buatlah alternatif solusi
bagi perasaan negatif Anda.
·
Pilihlah alternatif solusi
yang terbaik
Sampai
di sini kita melihat, masih banyak orang yang berpikir bahwa emosi adalah
sesuatu yang kacau, tak terkontrol dan sulit diduga. Bukankah seringkali kita mendengar
orang berkata, “Mari kita diskusikan hal
ini secara rasional, lupakan perasaan-perasaan kita?”
Pengalaman
menunjukkan dan membuktikan, emosi yang dikontrol secara baik dapat
meningkatkan antusiasme, kepuasan, saling percaya dan komitmen, yang pada
gilirannya berdampak besar terhadap kualitas kehidupan kita.
Sebaliknya,
emosi yang tidak terkontrol sering berdampak buruk bagi kesehatan mental maupun
fisik kita.
Tak
heran jika Bahasa Inggris mempunyai ungkapan tepat:
“ANGER (kemarahan) hanyalah selisih satu
huruf dengan kata DANGER (bahaya).”
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Drs. Johanes Budi Walujo
Drs. Johanes Budi Walujo
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Facebook: Johanes Budi Walujo
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Email: johanesbudiwalujo@gmail.com
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan