Siang itu, Sarinem (85
tahun), duduk di kursi kayu di gubuk reyotnya. Matanya menatap kosong ke luar
rumah. Kendaraan lalu lalang melintasi jalan lintas barat Lampung. Jalan antar
kebupaten itu hanya berjarak tak lebih dari 5 meter dari rumahnya.
Sementara itu, suaminya, Supardi (82 tahun), membereskan beberapa perkakas di gubuk kayu berukuran 4 x 6 meter di Desa Taman Sari, Kec Gedung Tataan, Kab Pesawaran, Lampung. Gubuk itu ditinggali oleh keduanya setelah sejak 1973 merantau dari Solo, Jateng. Anak-anak mereka, yaitu Subita, Suparno, dan Supartini, memilih bekerja di Jawa.
Kakek-nenek yang memiliki 14 cucu dan 4 buyut itu setiap hari
hanya ditemani 6 kambing yang tinggal satu atap ϑengαή mereka. Sehari-hari Supardi mengurus kambing dan menggarap
tanaman singkong dan cokelat yang ditanamnya di tanah orang lain di seberang
tempat tinggalnya. Ia dibebaskan dari biaya sewa lahan seluas 4 x 4 meter.
"Satu-satunya gantungan hidup kami hanya dari hasil
ladang dan menjual kambing itu. Kalau kami menjual kambing, itu tandanya kami
tidak mempunyai uang sepeser pun untuk bertahan hidup," ujar Supardi.
Keduanya juga bersyukur karena masih mendapatkan perhatian dari tetangga. Namun, mereka tidak suka dikasihani. Mereka juga tak peduli jika negara atau pemerintah tidak pernah menyapanya...
(Ide dari KOMPAS, Jumat, 25 April 2014)
Keduanya juga bersyukur karena masih mendapatkan perhatian dari tetangga. Namun, mereka tidak suka dikasihani. Mereka juga tak peduli jika negara atau pemerintah tidak pernah menyapanya...
(Ide dari KOMPAS, Jumat, 25 April 2014)
HP: 0811.2332.777
WA: 081.809.271.777
BB: 28C2CEC2 / 52B90B35
Facebook: Johanes Budi Walujo
Instagram: johanes_budi_walujo
Twitter: @johanesbudi_w
Email: johanesbudiwalujo@gmail.com
Website: SEMANGAT - Kampus Kehidupan